Peluang maggot menjadi pakan alternatif ikan memang terbuka lebar. Apalagi ia dapat menggantikan fungsi tepung ikan sebagai sumber protein pada pelet. Selama ini pabrik-pabrik pakan di tanahair masih bergantung pada tepung ikan impor dari negara Amerika Latin seperti Chili dan Peru. Berdasarkan data LRBIHAT impor tepung ikan Indonesia mencapai US$200-juta setiap tahun.
Jutie Limin, produsen pakan ikan di Pakanbaru, Riau, menuturkan konsumsi tepung ikan perusahaan miliknya dengan kapasitas produksi 100 – 200 kg pelet per hari meningkat 50% dibandingkan 3 tahun lalu. Kini pemilik Mutiara Mas Aquarium di bilangan Jalan Riau itu menyerap sampai 1 ton per bulan tepung ikan yang dipasok dari agen di Medan, Sumatera Utara. ‘Biasanya komposisi tepung ikan pada pelet mencapai 20 – 30%,’ katanya.
Tidak selamanya negara produsen bisa menjamin pasokan tepung ikan. Itu paling tidak terlihat dari gejolak harga pakan berbahan baku tepung ikan impor yang banyak membuat peternak ketar-ketir. Contoh pelet lele. Sekitar 8 tahun lalu per sak isi 30 kg hanya Rp78.000, kini mencapai Rp190.000 – Rp200.000. ‘Biaya pakan pelet menyerap 80% ongkos produksi,’ kata Mirsi, peternak lele paiton di Cilegon, Provinsi Banten.
Maka dari itu munculnya maggot sebagai sumber pengganti tepung ikan sangat dinantikan. ‘Tepung ikan berasal dari ikan tangkapan laut yang kini jumlah penangkapannya terus menurun. Padahal, kebutuhan pakan untuk ikan budidaya terus meningkat seiring meningkatnya konsumsi ikan akibat pertambahan jumlah penduduk,’ kata Melta Rini. Saat ini konsumsi ikan Indonesia sekitar 15 kg/kapita/tahun. Jauh di bawah standar FAO sebesar 25 kg/kapita/tahun.
Maggot tidak sulit dibudidayakan. Media ampas tahu, tapioka, dan palm kernel meal alias bungkil kelapa sawit, dapat dipakai membiakkan larva lalat. Yang membedakan ragam media itu adalah produksi maggot. Sejauh ini media bungkil kelapa sawit terbaik. Riset LRBIHAT menunjukkan dengan 3 kg bungkil dapat diproduksi 1 kg maggot. Ampas tahu? Dengan jumlah sama paling pol menghasilkan 0,25 – 0,5 kg maggot.
Sayangnya bungkil kelapa sawit sulit didapat di luar sentra penanaman kelapa sawit. Berbeda dengan ampas tahu dan tapioka, tersedia di banyak tempat. Padahal, ‘Secara hitung-hitungan biaya produksi maggot memakai limbah sawit lebih rendah. Biayanya sekitar Rp1.000/kg,’ ujar Melta Rini. Kecilnya biaya produksi itu tak lepas dari rendahnya harga bungkil, sekitar Rp200/kg; ampas tahu Rp10.000/kg. Toh semua itu bukan hambatan besar bila ke depan pasar dalam dan luar negeri benar-benar membutuhkan maggot dalam jumlah besar.
(Artikel disadur dari situs resmi majalah pertanian populer TRUBUS - )

Komentar